Ada suatu fondasi dalam keyakinan kaum “Pencerahan” – pasca komunis, bahwa semua manusia ingin melaksanakan suatu kebebasan dan tanggung jawab dan dengan demikian mampu membagi hak-hak istimewa dan beban kekuasaan. Demokrasi mungkin karena semua manusia mampu melakukan rasionalisasi, memahami, dan mengejar kebahagiaan bersama. Tetapi meskipun para pemikir “Pecerahan” yakin bahwa kemampuan ini harus dipupuk secara hati-hati, abad kedua puluh menambahkan suatu keyakinan romantik yang jauh lebih problemik bahwa pematangan manusia dan masyarakat untuk kebebasan dan tanggung jawab akan terjadi secara spontan, bahwa “manusia pada hakekatnya adalah baik” dan karena itu juga “pada hakekatnya demokratif”, sejauh mereka tidak korup dan/atau dibatsi oleh musuh-musuh demokrasi, kaum Komunis, Fasis, dan Militeris, dan mungkin lainnya seperti kaum fanatik agama dan chauvinis (nasionalis berlebihan). Oleh karena itu, pencerahan menjadi strategi kita. Meskipun filsuf-filsuf besar demokrasi mengajarkan kita bahwa demokrasi harus lebih dahulu dipupuk secara hati-hati dalam diri kita masing-masing dan dalam masyarakat kita secara umum dan baru kemudian dapat diharapkan bekerja sebagai suatu sistem politik, kita lebih suka percaya bahwa kita dapat memerangi musuh-musuh demokrasi dan percaya bahwa demokrasi akan terjadi dengan sendirinya.
Setelah berbagai kemenangan atas berbagai peperangan yang sia-sia, itu adalah bukti dari suatu iman romantis dalam spontanitas demokrasi yang tidak lagi dapat dipertahankan. Baik negara-negara dunia ketiga maupun dunia pasca komunis – Somalia,Angola,Liberia,bekas Yugoslavia,bekas Uni Sovyet – semuanya membuktikan bahwa manusia tidak terbukti menjadi demokratis secara spontan, berkembang maju dalam kebebasan, toleransi, itikad baik, dan tanggung jawab. Mereka jauh lebih mungkin untuk terus bertindak dalam cara-cara yang terbukti produktif di masa lampau, tidak peduli betapa destruktifnya mereka, mengingat perang telah diakhiri dan musuh-musuh demokrasi ditaklukkan. Misalnya saja, ddengan runtuhnya kekuasaan Uni Sovyet, ideologi negatif dari “anti-komunisme” telah menjadi tidak relevan seperti halnya Peniup Seruling setelah tikus-tikus meninggalkan kota, atau seperti ideologi negatif dari “anti kolonialisme” begitu kekaisaran-kekaisaran kolonial rontok. Meskipun demikian, kebiasaan-kebiasaan lama masih sulit lenyap. Dibutuhkan lebih dari sekedar mengalahkan kekaisaran jahat dan menyerahkannya kepada tangan yang tak terlihat untuk memastikan bahwa masa depan demokrasi dalam dunia pasca komunis. Demokrasi pun merupakan suatu pencapaian, bukan pertumbuhan spontan.
Demokrasi membutuhkan upaya yang aktif dan cerdas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar