“Setiap negara di dunia berhak untuk meningkatkan dan mengeksplorasi perkembangan teknologinya masing-masing.”
Untuk pemenuhan kepentingan di dalam negeri maupun dunia, tiap-tiap negara di dunia berhak untuk mengembangkan teknologinya masing-masing agar konsep spesialisasi, efisiensi, dan efektivitas semakin tergambar jelas dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi.
Namun ternyata terdapat suatu dilematis yang menggambarkan adanya ketimpangan ekonomi di antara negara maju dan negara berkembang akibat pertumbuhan teknologi masing-masing yang timpang pula. Ketimpangan ekonomi tersebut antara lain dalam masalah pengangguran, inflasi, eksploitasi sumber daya alam/masalah lingkungan, dan lain sebagainya, yang mana semuanya itu nantinya merujuk pada situasi yang mencerminkan ketidaksiapan menjelang era globalisasi nanti. Dimana negara maju cenderung memiliki pertumbuhan teknologi yang pesat dan modern, sedangkan negara berkembang hanyalah kebalikannya. Bahkan negara-negara berkembang acap kali megadopsi langsung teknologi dari negara-negara maju tanpa disesuaikan dengan kondisi internalnya seperti misalnya kondisi keuangan, prioritas kebutuhan, kondisi lingkungan, dan lain sebagainya.
Apalagi dalam melaksanakan globalisasi ini, timbul berbagai macam isu yang berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian negara tersebut, baik yang menimbulkan progress (kemajuan) ataupun regress (kemunduran). Belum lagi perdagangan internasional itu menuntut adanya globalisasi ekonomi yang berlangsung semakin cepat dan ditunjang oleh kemajuan pesat dalam teknologi, sehingga masing-masing negara dituntut untuk mampu menyesuaikan struktur ekonominya dan pola kebijaksanaannya terhadap gejala semakin meluasnya interaksi ekonomi antarnegara di dunia. Hal ini menyebabkan negara yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan globalisasi akan tergilas dalam persaingan yang semakin keras.
Kembali ke masalah ketimpangan kemajuan teknologi di antara negara maju dan negara berkembang, yang berimbas pula pada masalah ketimpangan ekonomi di antara keduanya. Sebenarnya solusi utama dari dilematika ini terletak pada negara-negara berkembang itu sendiri.
Kita tidak bisa menyalahkan negara maju karena perkembangan teknologi yang pesat dan modern yang mereka miliki adalah hak rasional untuk masing-masing negara sebagaimana seperti yang telah dijelaskan diatas. Meskipun pertumbuhan teknologi yang semakin modern telah mengurangi kebutuhan akan tenaga manusia dalam proses produksi akibat konsep spesialisasi, efisiensi, dan efektivitas yang ditawarkannya (sehingga mengakibatkan semakin bertambahnya penganguran) kita tidak bisa mempermasalahkannya terlalu jauh karena kebulatan rasionalitas yang dikandungnya.
Oleh karena itu, agar kedua belah pihak dapat memaksimalkan perkembangan dan penggunaan teknologinya masing-masing dalam menunjang pertumbuhan ekonominya, maka negara berkembanglah yang lebih dituntut keaktifannya dalam dilematika ini. Negara berkembang hendaknya tidak mengadopsi langsung berbagai kemajuan teknologi yang ditawarkan oleh negara maju. Negara berkembang hendaknya menyaring terlebih dahulu semuanya itu dengan berbagai pertimbangan matang yang mencakup seluruh aspek dalam negerinya sebagaimana yang telah disebutkan diatas seperti kondisi keuangan, struktur ekonomi, pendidikan, masalah lingkungan, dan lain sebagainya sehingga hasil yang dicapai pun dapat secara kondusif dan signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik. Alternatif lain pun harus turut menjadi perhatian negara berkembang, salah satunya yakni penggunaan teknologi madia / tepat guna.
Untuk batas-batas kondisi/tingkat produksi tertentu, negara berkembang tidak perlu memaksakan diri untuk menggunakan teknologi yang modern dan canggih, apalagi jika terkendala dengan masalah keuangan (sebab teknologi yang canggih dan modern pasti membutuhkan cost yang tidak sedikit pula). Untuk itu, penggunaan teknologi tepat guna sangatlah dianjurkan karena berbagai kualifikasi yang ditawarkan oleh teknologi madia ini cenderung lebih cocok dengan negara berkembang, antara lain cost yang lebih rendah, kesesuaiannya dengan kondisi lingkungan, pemanfaatan sumber daya yang tidak berlebihan, porsi penggunaan tenaga manusia yang masih proporsional, dan lain sebagainya. Sehingga, jika semua yang tersedia dialokasikan sesuai dengan kebutuhan dan berpedoman pada kaidah-kaidah produksi yang baik, maka pengunaan teknologi madia ini pun pastilah berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik. Apalagi negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia lebih di dominasi oleh usaha-usaha kecil menengah (UKM) sehingga penggunaan teknologi tepat guna lebih dianjurkan. Akan tetapi, untuk skala produksi yang lebih besar pada multi-national coorporation, penggunaan teknologi yang canggih dan modern memang lebih dianjurkan. Tetapi, itu pun harus dipertimbangkan terlebih dahulu tingkat kesesuaiannya sebagaimana seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Jadi, perhatian yang lebih mendalam dalam mengembangkan teknologi tepat guna ini sangatlah dianjurkan pada negara-negara berkembang, seperti halnya Indonesia agar mampu mendorong perekonomian secara signifikan ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, ketimpangan teknologi di antara negara maju dan negara berkembang diharapkan bisa tertutupi melalui pertumbuhan ekonomi masing-masing negara yang sama-sama membaik dari waktu ke waktu dalam skala yang disesuaikan pula.
“Bahkan diharapkan besar kemungkinan bagi negara berkembang untuk beralih menjadi negara maju sejalan dengan peralihan teknologinya dari teknologi madia menuju teknologi canggih dan modern.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar